Wednesday, November 12, 2008

Kesedihan 2

“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Bukhari dan Muslim)


Menyadari bahwa syurga tak akan termasuki hanya dengan amal yang sedikit. Mungkin, pernah terangan-angan dalam benak kita bahwa sudah menjadi kemestian kalau Allah swt. akan memasukkan kita kedalam syurga. Fikiran itu mengalir lantaran merasa diri telah begitu banyak beramal. Siang malam, tak henti-hentinya kita menunaikan ibadah. “Pasti, pasti saya akan masuk syurga,” begitulah keyakinan diri itu muncul karena melihat amal diri sudah lebih dari cukup.

Namun, ketika perbandingan nilai dilayangkan jauh ke generasi sahabat Rasul, kita akan melihat pemandangan lain. Bahawa, para generasi sekaliber sahabat pun tidak pernah aman kalau mereka pasti masuk syurga. Dan seperti itulah dasar pijakan mereka ketika ada order-order baru yang diperintahkan Rasulullah.

Begitulah ketika turun perintah hijrah. Mereka menatap segala bayang-bayang suram soal sanak keluarga yang ditinggal, harta yang pasti akan disita, dengan satu harapan: Allah pasti akan memberikan balasan yang terbaik. Dan itu adalah pilihan yang tak boleh disia-siakan. Begitu pun ketika secara tidak disengaja, Allah mempertemukan mereka dengan pasukan yang tiga kali lebih banyak dalam daerah yang bernama Badar. Dan taruhan saat itu bukan hal nyawa. Lagi-lagi, semua itu mereka tempuh demi menyongsong investasi besar, meraih syurga.

Begitulah Allah menggambarkan mereka dalam surah Al-baqarah ayat 214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”

Menyadari bahwa azab Allah teramat pedih. Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa, pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada dua pilihan: syurga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib seorang anak manusia.

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)

Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati. Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Seperti apa siksa neraka, Rasulullah saw pernah menggambarkan sebuah contoh siksa yang paling ringan.

“Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (Bukhari dan Muslim)

Belum saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat jelas di hadapan kita.

Kesedihan


“Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Bukhari dan Muslim).

Indahnya hidup dengan celupan iman. Saat itulah terasa bahwa dunia bukan segala-galanya. Ada yang jauh lebih besar dari yang ada di depan mata. Semuanya teramat kecil dibanding dengan balasan dan siksa Allah swt.

Menyadari bahwa dosa diri tak akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun kita, jangan pernah berpikir bahwa dosa-dosa yang telah dilakukan akan terpikul di pundak orang lain. Siapa pun. Pemimpinkah, tokoh yang punya banyak pengikutkah, orang kayakah. Semua kebaikan dan keburukan akan kembali ke pelakunya.

Maha Benar Allah dengan firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 164. “…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”

Lalu, pernahkah kita menghitung-hitung dosa yang telah kita lakukan. Seberapa banyak dan besar dosa-dosa itu. Jangan-jangan, hitungannya tak beda dengan jumlah nikmat Allah yang kita terima. Atau bahkan, jauh lebih banyak lagi. Masihkah kita merasa aman dengan mutu diri seperti itu. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun mampu menjamin bahwa esok kita belum berpisah dengan dunia. Belumkah tersadar kalau tak seorang pun bisa yakin bahwa esok ia masih bisa beramal. Belumkah tersadar kalau kelak masing-masing kita sibuk mempertanggungjawabkan apa yang telah kita lakukan.

Menyadari bahwa diri teramat hina di hadapan Yang Maha Agung. Di antara keindahan iman adalah anugerah pemahaman bahwa kita begitu hina di hadapan Allah swt. Saat itulah, seorang hamba menemukan jati diri yang sebenarnya. Ia datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Dan akan kembali dengan selembar kain putih. Itu pun karena jasa baik orang lain. Apa yang kita dapatkan pun tak lebih dari anugerah Allah yang tersalur lewat lingkungan.

Kita pandai karena orang tua menyekolah kita. Seperi itulah sunnatullah yang menjadi kelaziman bagi setiap orang tua. Kekayaan yang kita peroleh bisa berasal dari warisan orang tua atau karena berkah lingkungan yang lagi-lagi Allah titipkan buat kita. Kita begitu faqir di hadapan Allah swt. Seperti itulah Allah nyatakan dalam surah Faathir ayat 15 sampai 17, “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.”

Tuesday, November 11, 2008

Di Sebalik Ujian Hidup

Ujian di dalam kehidupan kadang-kadang di luar dugaan hingga menyebabkan kita rasa terlalu lemah. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan terungkai keegoan di dalam diri kita hingga kita tersungkur di depan kebesaran dan keagungan Allah, menyedari hakikat kelemahan diri dan mula merasa perlunya pada bimbingan Ilahi. Ketika itu kita mulai mendaki anak-nak tangga untuk mendekati Allah SWT. Ini adalah salah satu pintu hidayah (ujian) untuk kita kembali merasa diri sebagai hamba dan melihat Allah sebagai Rabb. Sememangnya ujian di dalam kehidupan ini adalah medan tarbiyyah untuk kita mengenali diri dan merasai kebesaran dan keagungan Allah SWT. Ibnu Qayyim pernah menyebut "dijadikan kita (manusia) lemah supaya dengan kelemahan itu kita dapat meneropong kebesaran dan keagungan Allah SWT.

Orang yang bijak lebih suka ditimpa dengan ujian kesusahan dari ujian kesenangan kerana kesenangan lebih cenderung untuk menjadikan kita lupa diri manakala ujian kesusahan sering saja menyedarkan kita tentang kelemahan diri. Apabila hidup menjadi terlalu sukar kita mungkin terpaksa bersabar (kerana itu saja yang kita mampu buat) tetapi apabila hidup dilimpahi kekayaan dan diselimuti kemewahan tidak ada pula orang yang terpaksa bersyukur. Oleh kerana itu sahabat-sahabat Rasulullah SAW lebih takutkan ujian kemewahan dari ujian kemiskinan.

Kesukaran dan kemiskinan hidup kadang-kadang menghidupkan kepekaan jiwa hinggakan kita lebih banyak memikirkan kepentingan orang lain dari kepentingan keperibadi menyebabkan kita membesar dengan jiwa masyarakat. Sedang kemewahan menjadikan kita manusia yang sibuk dengan keperluan dan kepentingan diri bahakan kadang-kadang menjadikan rakus walau terhadap harta dan kekayaan orang lain.

Sunday, November 2, 2008

Good Luck




Kepada Rakan-rakan seperjuangan Good Luck F0r Your Final Exam.

Wednesday, October 8, 2008

Allah Ada, Allah Lihat



Pengetahuan pertama yang patut diberi kepada anak ialah ilmu Tauhid - pengesaan terhadap Allah diikuti dengan pengenalan terhadap Nabi Muhammad saw. sesuai dengan konsep 'awaludin makrifatullah' atau awal-awal agama ialah mengenal Allah.


Dalam usaha menerapkan jiwa tauhid ini, seorang bapa mengajar anaknya supaya mengulang beberapa kali ayat berikut "Allah ada, Allah melihat". Si anak tadi terus menjadikannya seperti wirid dengan mengulang berkali-kali ungkapan "Allah ada, Allah lihat". Kalau tak dapat diucapkan dengan mulut, ia dilintaskan di dalam hati.

Pada satu hari, si-bapa dan anaknya berjalan-jalan di sebuah dusun buahan jirannya. Dia ternampak buah rambutan sedang masak di sebuah pokok. Teringin di hatinya untuk mengambil beberapa tangkai lalu dia pun menyuruh anaknya memanjat. Sebelum memanjat dia mengingatkan anaknya supaya meneriaknya jika ternampak ada orang menghala ke situ. Si anak yang taat itu pun memanjat sebagaimana yang disuruh oleh bapanya.


Apabila hendak memetik, si-anak terus memekik "ada orang! ada orang!". Bapanya terperanjat dan lari lintang pukang bersembunyi di balik semak. Apabila anaknya turun dan mendapati tiada siapa di situ, si-bapa bertanya mana orangnya. Si-anak tadi memberitahu bapanya, "Allah ada, Allah melihat. Allah melihat apa yang saya buat. Sebab itu saya terjerit!"

Si-bapa terdiam malu mendengar kata-kata anaknya itu.


MORAL & IKTIBAR

    • Mengajar tauhid kepada anak sejak kecil lagi adalah fardhu ain
    • Taufiq dan hidayah adalah pemberian Allah kepada sesiapa yang dikehendakiNya
    • Allah tidak suka kepada orang yang tidak mengamalkan apa yang dikatakannya
    • Kadang-kadang orang yang belajar lebih pandai daripada orang yang mengajar
    • Jangan lihat siapa yang berkata tapi dengar apa yang dikatakannya
    • Ungkapan seperti 'Allah melihat apa yang kita buat' patut diterapkan dalam sanubari kita hingga benar-benar sebati dengan darah daging kita.
    • Ilmu agama khususnya bidang akidah lebih berkesan diberi semasa kecil
    • Orang senior perlu juga mendengar kata nasihat orang junior
    • Mengingat Allah menjauhkan kita dari melakukan maksiat

Saturday, September 13, 2008

DIALOG RAMADHAN DI HADAPAN ALLAH

Di akhirat semua amal kebajikan boleh dilihat dan ditimbang. Amal kebajikan datang dengan rupa dan paras yang sangat elok seperti bulan purnama; sementara amal kejahatan kelihatan amat buruk dan busuk.

Ramadhan merupakan satu bulan di mana amalan puasa diwajibkan. Pada hari kiamat ia kelihatan amat cantik. Satu ketika Ramadhan datang ke hadrat Allah swt. memohon sesuatu recommedation bagi manusia yang berpuasa di bulan Ramadhan. Allah bertanya : Apa hajat kau ya Ramadhan?. Ramadhan meminta Allah memakaikan mahkota kepada setiap orang yang berpuasa di bulan ini. Allah lantas perkenankan dengan mengurniakan 1000 mahkota kepada setiap pengamal puasa di bulan Ramadhan. Di samping itu ada tambahan lain iaitu setiap orang diberikan syafaat untuk membebaskan 70,000 orang yang berdosa besar. Kemudian dikahwinkan setiap orang dengan 1000 bidadari yang rupawan. Setiap bidadari itu dilayan oleh 70000 dayang-dayang. Untuk kelengkapan menerawang di syurga mereka diberikan kenaikan BORAQ sebagai kapal terbang.

Ramadhan masih tegak tidak berganjak. Allah bertanya "Apa lagi kehendakmu ya Ramadhan?" Ramadhan meminta Allah menempatkan pengamal puasa Ramadhan supaya ditempatkan bersama Nabi di Syurga Firdaus. Allah memperkenankan hajatnya dengan tambahan setiap orang diberi 100 bandar daripada permata merah ya'qut. Setiap bandar pula dilengkapkan dengan 1000 mahligai.

Betapa hebatnya pengurniaan Allah terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.

MORAL & IKTIBAR

  • Setiap amal kebajikan akan memberi pertolongan kepada pengamalnya sama ada di dalam kubur atau di akhirat kelak Fadhilat Ramadhan amat banyak tidak terbatas. Amalan puasa diberikan balasan tanpa had
  • Mengosongkan perut kerana mengharap keredhaan Allah adalah satu amalan yang terpuji
  • Balasan bagi orang berpuasa di bulan Ramadhan atas hak Allah teristimewa dalam Lailatul-Qadr
  • Orang berpuasa tinggal bersama nabi di Syurga Firdaus
  • Mereka tinggal dalam kediaman yang tidak dapat digambarkan dengan mata kepala bersama bidadari dan kenaikan yang paling canggih.
  • Amat rugilah mereka yang tidak berpuasa dengan adab yang betul sepanjang Ramadhan ini.

Friday, September 12, 2008

Doa Yang Mustajab


1.Golongan orang yang terdesak -ditimpa oleh malapetaka. Bacakan ayat Seribu Dinar - Surah Talak Ayat 2.

2.Doa orang yang kena zalim-contohnya pergi masjid kasut hilang. Doakan yang baik kepada orang yang mengambilnya semoga dengan doa ini si polan itu boleh menjadi baik dan tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.

3.Doa seorang bapa kepada anaknya. Doa bapa mudah dikabulkan oleh Allah. Bacakan surah Thaaha Ayat 1-6 dan hembuskan pada lehernya sewaktu ia menarik nafas untuk menjadikan anak itu anak yang baik.

4.Doa daripada seorang anak kepada kedua ibubapanya. Anak hendaklah sentiasa melihat kedua ibubapanya dengan senyum. Jika kita berbuat baik kepada kedua ibubapa, Insya Allah anak-anak kita akan berbakti kepada kita pula. Hendaklah selalu berhubung denga kedua ibubapa melalui telefon, jika tiada telefon berhubuglah dengan berdoa. Dengan cara berbaik-baik kepada kedua ibubapa ini beliau telah memberikan doa Nabi Zakaria tentang masalah susah mendapat zuriat. Doa tersebut bererti: (Wahai Tuhan kami, berilah kepada kami dari sisi-MU keturunan(anak) yang baik; bahawasanya Engkau Tuhan yang sangat mendengar doa hamba-Mu).

5. Doa seorang muslim terhadap saudaranya.

 
Laman Utama © 2007 Template feito por Templates para Você
/*